AJARAN LUHUR SERAT DARMO WASITO
Karya : Mangku Negara IV
Nenek moyang kita banyak mewariskan ajaran leluhur yang diturunkan dalam tradisi lisan seperti ungkapan dan dongeng, tapi ada pula yang dituangkan dalam karya tulis berbentuk “tembang mecapat”. Ajaran luhur tersebut pada zamannya banyak dikaji, dihayati dan diamalkan sebagai pedoman hidup.
Dewasa ini karena arus modernisasi dan globalisasi, tradisi lisan dan macapat sudah banyak dilupakan orang, padahal ajaran-ajaran terkandung merupakan ciri khas kepribadian bangsa. Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya yang seraba modern dan global ini, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya atau ciri khas kepribadiannya, kiranya ajaran luhur peninggalan nenek moyang kita tersebut perlu dikaji dan diinformasikan kepada masyarakat sebagai bahan alternatif pilihan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Kali ini kami diinformasikan ajaran luhur: Serat Darmo Wasito: karangan KGPAA Mangku Negara IV tahun 1978 M, dalam bentuk tembang macapat, terdiri dari 12 pada (baik) Dhandhanggula, 10 pada Kinanthi, dan 20 pada Mijil, pernah diterbitkan oleh Nurhopkolep Jakarta 1953 dengan huruf Jawa.
Darma berarti ayah, wasita berarti ajaran. Darma Wasita ajaran untuk anak/remaja. “Serat Darma Wasita” sebagai ajaran dalam baris terakhir bait pertama:…mring iki wasitaning wang, marang sira putraningsun jalu lan estri, muga padha ngestokna. (…inilah nasehat saya, kepadamu anakku laki dan perempuan semoga kamu laksanakan). Adapun inti sari ini “Serat Darmo Warsito” selengkapnya dapat dikelompokkan menjadi tiga: (a) Ajaran agar hidup sukses; (b) Ajaran menjadi abdi (pegawai) yang baik; (c) Ajaran sebagai isteri yang baik.
Uraian masing-masing secara rinci seperti pemaparan berikut ini.
Ajaran Agar Hidup Sukses
1. Menikah. Orang laki-laki dan perempuan keberadaannya bersamaan, dan menurut aturan yang umum menikah, sebagai sarana untuk kelestarian kehidupan manusia.
2. Melaksanakan asthagina (delapan hal); Pertama nut ing jaman kelakone, harus pandai menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi sesuai dengan jamannya. Kedua, rigen, pandai bekerja dengan efisien dan efektif. Ketiga, gemi, hemat agar selalu kecukupan hidupnya. Keempat. Kelima, weuh etung, tahu perhitungan dalam memanfaatkan penghasilannya tidak hanya untuk waktu sekarang, tetapi juga memperhitungkan waktu mendatang. Keenam, taberi tatanya, rajin bertanya sehingga tidak tersesat dan pengetahuannya selalu bertambah, Ketujuh, nyengah kayun, dapat mengendalikan diri sehingga tidak banyak berbuat kesalahan dan dapat hidup hemat. Kedelapan, nemen ing sedya, bila mempunyai niat dengan sungguh-sungguh tidak hanya setengah-setengah.
3. Jangan suka utang. Orang yang suka utang akan turun wibawanya, oleh karena itu bila tidak terpaksa sekali jangan sekali-kali utang kepada seseorang.
4. Jangan menjadi orang miskin: Orang yang miskin banyak mengalami kesusahan, hanya kalau sedang tidur terlupa, kurang dihargai dalam pergaulan, dan bila imannya kurang kuat menyalahkan dirinya sendiri lalu ingin bunuh diri.
5. Jangan malas bekerja. Untuk dapat hidup yang cukup harus rajin bekerja, meskipun sudah berkecukupan jangan lalu malas bekerja agar dijauhkan dari kesusahan.
6. melaksanakan sikap utama antara lauh: Luruh, pandangan mata tidak liar, hanya melihat seperlunya agar tidak diterima salah oleh orang lain. Trapsila, selalu bersikap sopan santun, sehingga orang lain menjadi senang tidak marah. Mardawa, bersuara dan berbicara yang halus, lemah lembut dan ramah sehingga enak dirasakan oleh orang lain. Manut mring caraning bangsa, tindakannya harus berwawasan kebangsaan, tidak hanya berdasarkan wawasan suku bangsanya sendiri yang sempit. Andhap asor, berikap rendah hati jauh dari kesombongan dan tinggi hati. Meneng, tidak mengobral bualan tetapi berbicara seperlunya sehingga banyak yang percaya. Prasaja, penampilan wajar-wajar saja, tidak berlebihan sehingga orang lain tidak penasaran. Tepa Selira, selalu mawas diri dan memiliki tenggang rasa yang tinggi. Eling, Selalu ingat akan hukum baik dan buruk, ingat kepada kedudukannya, iangat kepada dirinya sebagai makhluk Tuhan. Ulah batin, melakukan kegiatan, pembinaan rohani agar mendapatkan jalan keutamaan.
7. Melakukan catur upaya (empat usaha); Pertama anirua kang becik, tirulah hal-hal yang baik, jauhkan yang buruk. Kedua nuruta nggugua kang nyata, percayalah kepada kenyataan. Keempat miliha kang pakoleh, pilihlah hal-hal yang tepat, yang menguntungkan.
Ajaran Sebagai Abdi (Negara) yang baik
Untuk menjadi abdi (negara) yang baik, seseorang harus memiliki sifat-sifat antara lain: Pertama sregep, rajin dan tidak membuat kecewa yang memberi tugas. Kedua pethel, suka bekerja sehingga tidak menimbulkan kemarahan yang memberi tugas. Ketiga tegen, ulat bekerja dan telaten sehingga membuat puas yang menyuruh. Keempat wekel, bekerja dengan sungguh-sungguh penuh tanggungjawab dapat dipercaya. Kelima ngati-ati, bekerja dengan hati-hati menjauhkan dari kesalahan agar tetap lestari.
Ajaran Sebagai Isteri yang Baik
Pertama, agar dihargai dan dicintai oleh suami seorang isteri hendaknya memiliki sifat-sifat: nurut, apa yang dikehendaki oleh suami dilakukan penuh kesabaran dan dapat menyelesaikan dengan baik. Condhong, apa yang menjadi kehendak suami didukung, merawat apa kesukaannya dan tidak membicarakan kejelekannya. Rumeksa, menjaga segala milik suami dan tahu jumlah serta rinciannya. Nastiti, segala barang tahu asal dan kegunaannya, nafkah dari suami dirawat dengan baik dan hemat penggunaannya. Nyimpen wadi, pandai menyimpan rahasia suami dan keluarga.
Kedua, seorang isteri sebagai ibu rumah tangga agar berhasil hendaknya memiliki sikap dan pengetahuan tugas seorang isteri antara lain: Bersikap hati-hati dalam segala hal. Mengenal sifat-sifat keluarga dan famili sehingga dapat menyesuaikan diri. Mengerti akan acara suami sehari-hari dan dapat membantu yang diperlukan.
Jika memberi saran atau mengemukakan pendapat harus mencari waktu yang tepat. Mengerti waktu yang tepat. Mengerti tugas-tugas isteri dengan jelas dan jika belum mengerti mintalah penjelasan kepada suami. Jangan mempergunakan atau memanfaatkan barang-barang milik suami tanpa izinnya. Pandai merawat barang-barang milik suami. Meskipun suami memberi keleluasaan, tetapi tetap melakukan segala hal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengeluaran biaya hidup hendaknya disesuaikan dengan besar penghasilan yang diperoleh. Jika terjadi perceraian, harta bawaan isteri tetap menjadi milik isteri, harta gono-gini (yang diperoleh selama berkeluarga) sepertinya milik isteri dan biaya hidup anak-anak menjadi tanggung jawab suami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar